ARTIKEL
Rabu, 23 Januari 2013 | 3:10 PM
Banyak orang tua seringkali mengalami kesulitan
berkomunikasi dengan anak-anak mereka yang sedang tumbuh beranjak
remaja. Anak-anak yang sedang memasuki usia remaja biasanya mulai
menunjukkan sikap memberontak dan menuntut banyak perhatian dari kedua
orangtuanya.
Pakar parenting dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman,
mengungkapkan bahwa 54 persen anak perempuan di Indonesia pada usia 9
tahun sudah mengalami menstruasi sehingga mereka sudah dapat dikatakan
memasuki usia remaja. Seiring dengan itu terjadi juga
perubahan-perubahan dalam diri anak-anak kita, baik anak perempuan
maupun laki-laki.Apa saja perubahan itu?
1. Perkembangan Otak.
Memasuki usia remaja otak anak berkembang dengan sangat pesat, dari
awalnya mereka berpikir konkrit (berpikir dengan cara melihat obyek),
kini mereka juga bias berpikir secara abstrak (mampu mengolah kata-kata
yang diterimanya). Kemanpuan analisa sintesa dan aspek-aspek berpikir
anak berkembang secara penuh.
2. Hormon.
Hormon testosterone pada tubuh anak berkembang 20 kali lebih cepat
menyebabkan terjadinya perubahan fisik seperti wajah berminyak, tungkai
kaki memanjang, tumbuh bulu-bulu halus, hidung membesar dan sebagainya.
Sayangnya, belum tentu semua anak bias menerima perubahan-perubahan ini
sehingga dapat menimbulkan kekacauan emosi pada anak.
Kekacauan emosi atau emosi yang berayun menurut Elly Risman biasanya
ditandai dengan banyaknya keluhan yang dirisaukan oleh anak. Antara lain
tentang ketidakpuasan terhadap dirinya, lingkungan, ditambah
beban-beban pelajaran di sekolah dengan jam belajar yang panjang juga
les-les tambahan yang membuat anak sulit memiliki waktu santai. Hal ini
meningkatkan rasa cemas berkepanjangan dalam dirinya.Dan saat cemas itu
datang, aliran gelombang otak anak yang normalnya 10 putaran per detik
meningkat menjadi 25 putaran per detik.
Hal ini mengakibatkan sel-sel otak anak pada Pre Frontal Cortex (PFC),
bagian otak yang berada di depan persisnya terletak di atas mata sebelah
kanan menjadi kelelahan. Kelelahanpada PFC ini pada akhirnya akan
mematikan ribuan bahkan jutaan sel pada otak anak, karena otak tidak
didesain untuk menanggung stress dalam waktu lama. Lalu bagaimana
menyelamatkan anak remaja kita?
Menurut Elly Risman, dibutuhkan kasih sayang dan logika untuk para
orangtua agar bias menerima, memahami dan menyikapi perubahan-perubahan
yang terjadi dalam diri anak-anak kita saat beranjak remaja.
KASIH SAYANG.
Bangun ikatan hubungan emosional dan komunikasi dengan anak berlandaskan
cinta. Anak memiliki kebutuhan untuk didengarkan perasaannya agar emosi
yang sedang ia alami bias mengalir. Sebagai orang tua, mendengarkan
keluhan anak tidak hanya membutuhkan sepasang telinga, tapi juga
membutuhkan hati, jiwa dan mata kita. Dengan perhatian penuh, anak
merasa mendapatkan perhatian yang dibutuhkannya sehingga ia membangun
kepercayaan pada orang tua untuk menjadi tempat berkeluh kesah tentang
apa yang mereka rasakan dan beban-beban yang menghimpitnya.
Komunikasi yang membutuhkan hati, jiwa, mata dan telinga ini
merupakan syarat utama orang tua agar bias memeriksa setiapfase
pertubuhan psikologis dan fisik anak-anak remajanya. Sebagai contoh,
factor asupan makanan sangat berpengaruh pada pertumbuhan anak.
Anak-anak yang sering makan makanan cepat saji cenderung akan menjadi
gemuk. Pada anak laki-laki, kegemukan bias menyebabkan ukuran alat
kelaminnya tidak sebesar ukuran normal anak seusianya. Nah, jika sejak
kecil kita tidak terbiasa membangun komunikasi yang hangat, bagaimana
kita bias tahu bahwa remaja kita cemas tentang ukuran alat kelaminnya
yang berbeda dari teman-temannya? Padahal disisi lain, masalah ini
ternyata sebenarnya juga membutuhkan pengobatan medis sejak dini sebelum
mereka memasuki usia remaja.
Keterbatasan waktu seringkali menjadi kendala bagi banyak orang tua
untuk bias mendengarkan perasaan-perasaan anak secara penuh. Apalagi
bagi orang tua yang bekerja, biasanya saat pulang kerja sudah kehabisan
energi. Belum lagi jika ada pekerjaan yang dibawa pulang dan harus
diselesaikan sesegera mungkin. Kondisi ini memaksa anak harus berebut
perhatian dengan tugas-tugas kantor orang tuanya bahkan gadget yang
selalu dalam genggaman sang ayah dan ibu.
Elly Risman menyarankan sebaiknya saat memasuki rumah para orang tua
menyiapkan diri dan tubuh untuk member perhatian pada anak. Singkirkan
semua masalah-masalah kantor dan aneka gadget sejenak saja untuk member
waktu pada anak kita berbicara.
LOGIKA.
Mengasuh anak tidak cukup hanya mengandalkan cinta, namun juga
membutuhkan logika yang menuntut komitmen dan kerja keras. Dengan
perkembangan otaknya secara penuh, kita juga harus mendidik dan
mengajarkan mereka tentang tanggung jawab dan mengenalkan anak-anak pada
rasa kecewa, sakit, sedih dan jatuh bangun. Jika anak dibiasakan hidup
dengan aman dan sempurna mereka akan kesulitan belajar memahami
penderitaan. Karena bentuk-bentuk penderitaan di atas merupakan salah
satu bentuk pelajaran tentang hidup. Kenalkan juga anak sikap tanggung
jawab dan konsekuensi dari semua perilakunya.
Saat anak sedang belajar tentang rasa sakit atau kecewa, menurut
Elly Risman, orang tua harus berperan sebagai jarring pengaman emosi
bagi anak. Dampingi dan bantu mereka bangkit dari rasa sakit. Beri
mereka kesempatan belajar menentukan pilihan-pilihan dalam mengatasi
masalahnya dan mengerti setiap konsekuensi yang timbul atas
keputusannya. Dengan begini kelak saat anak beranjak dewasa mereka bias
mempunyai sikap dan integritas.
Jadi, mari kita bangun komunikasi yang baik dan hangat berlandaskan
cinta sehingga kita bias menjadi jarring pengaman emosi bagi anak-anak
remaja. Keberhasilan mereka mengatasi gejolak emosinya di masa remaja
akan membentuk karakter mereka kelak di masa depan.
sumber : www.kitadanbuahhati.com